Jumat, 12 Juli 2013

Menemanimu, mengukir senyummu...


Hari itu hari di bulan-bulan akhir tahun 2012, aku menemanimu, engkau yg sedang tak menentu perasaannya, yang pusing akan segala masalah yang kau hadapi dengan seorang gadis, engkau yang keras namun sebenarnya ada kerapuhan jauh dalam dirimu.
Ya, aku bersamamu, menemanimu hari itu...
Kamu datang ke rumahku sekitar pukul 20.10 malam, km mengetuk pagarku dan aku membukakannya untukmu.
Kamu memaksakan bibirmu untuk mengukir sebuah senyum yang walaupun kamu buat semanis mungkin tapi aku tau kamu sangat getir dan sakit di dalam hatimu..., ya kamu dan semua masalah dalam perjalanan cintamu...
Kamu berkata kepadaku bahwa kamu ingin berjalan-jalan denganku sambil mengobrol, sharing tentang apa yg kamu rasakan, apa yang membuatmu getir dan kamu ingin melewatkan waktumu denganku, supaya kamu bisa mengalihkan perhatianmu sejenak dari pening-penat-pusingnya pikiranmu yang menjelajah diantara sakit dan perihnya luka hatimu yang disebabkan olehnya... Akupun mengiyakannya sembari masuk kedalam rumah untuk berganti pakaian.
Setelah aku selesai berganti pakaian akupun menghampirimu yang merebahkan badan duduk di kursi rotan di teras rumahku, aku berkata "Ayo, aku sudah siap menemanimu jalan jalan..." dan kamupun kembali memaksakan mengukir sebuah senyum yang walaupun terlihat sangat manis di bibirmu namun aku bisa merasakan betapa perih dan hampa dibalik senyuman dan guratan "terpaksa" di bibirmu..., aku tdk ingin bertanya dahulu karena aku tau kamu mungkin lebih mengerti saat yang tepat kapan untuk menceritakan perasaan sakit dan sedih yang kau alami.
Dan kitapun bergegas keluar dari rumahku menuju ke sebuah mall yang kamu paling sukai di Surabaya, ke mall dimana kamu bisa merokok walaupun itu berada di dalam sebuah high class mall. Kamupun menstater si Hitam yang sudah sedari tadi diam di depan halaman rumahku yang sederhana dan penuh dengan tanaman anggrek yang kutata asal asalan sesuai dengan cukupnya lahan mungil (walaupun sebenarnya lebih tepat di sebut "dijejalkan" diatas pagar), si Hitam yang sepanjang waktu menemanimu kemanapun dan kapanpun karena dia ibarat "kuda" untukmu sebagai alat transportasi pribadi untuk perjalananmu.
Kamu berceloteh kecil dengan suara renyah dan padatmu "waduh, aku pakai sendal biasa, t-shirt dan celana bebel, lha kamu kok necis gitu, pake rok pula..., cantik gitu..., kok bertolak belakang ya? Hahahaha".
Dan akupun menjawabmu dengan pelan "ah tidak apa-apa tow, kan namanya juga jalan jalan..., yang penting kan aku niat baik nemani kamu, ngapain mikir apa yang dilihat orang? hehehe"
Setelah itu akupun naik ke atas si Hitam yang sudah sedari tadi meraung setelah distater seakan akan ikutan tidak sabar ingin segera berjalan jalan bersama tuannya yang sedang galau sendu mengharu biru wajahnya dengan senyuman yang sesekali dipaksa untuk menghiasi wajahnya.
Si hitampun mulai melaju pelan membawaku dan kamu menyusuri jalan belakang perumahan yang masih penuh sawah lengkap dengan padi dan ilalang diatas hamparan tanahnya, sambil menikmati semilir angin malam yang agak lembab karena membawa hembusan hawa dingin wilayah lain yang sepertinya habis hujan.
Aku bertanya padamu kenapa tiba tiba ingin jalan jalan denganku ke mall dan kamupun menjawab datar bahwa kamu ingin mengalihkan pikiranmu sejenak dari masalah yang sedang kamu hadapi.
Aku kembali terdiam sesaat setelah mendengar jawaban ringanmu itu.
Suasana menjadi hening, hanya suara si hitam yang meraung datar di tengah jalan yang membelah persawahan yang terdengar seakan akan ingin menghibur hati tuannya yang ikut terdiam setelahnya.
Akupun kembali bertanya padamu "mmm.... tentang dia ya? kenapa lagi memangnya...?"
Kamu menarik nafas panjang dan berkata "iya..., dia... aku bertengkar lagi dengannya...., bertengkar hebat tepatnya, aku bingung harus gimana? di satu sisi aku merasa sakit, disisi lain aku tidak mau terpisah dari dia..."
Aku kembali menjawabmu "Kenapa lagi tow memangnya...? nanti ceritakan ya?"
Kamu hanya mengangguk pelan mengiyakan.
Sepanjang jalan aku bercerita banyak hal ke kamu tentang kantor dan yang lainnya, tapi entah mengapa aku merasa kamu tidak sedikitpun berkonsentrasi dengan apa yang kukatakan dan kuceritakan padamu, ahhh mungkin dia sedang benar benar galau... hanya itu pikirku.
Perjalanan ini sudah sampai di perumahan elit yang menghubungkan dengan pusat kota Surabaya, aku terus berceloteh seperti burung berkicau di sepanjang jalan diiringi raungan datar dari si Hitam yang kita kendarai.
Tiba tiba kata-kataku terpotong, aku memperhatikan mesin hitam yang lewat dan penuh bercak air...., ya mobil yang berseberangan dengan kita semuanya ada percikan air seolah olah baru kehujanan. Akupun berkata padamu "eh..., ngomong ngomong kamu bawa jas hujan tidak devil?" aku memang terbiasa memanggilmu dengan sebutan itu karena kamu yang super bandel dan jahil menyebabkan begitu cocoknya panggilan devil untukmu.
Dan kamupun menjawabku dengan yakin "tidak, kenapa memangnya?"
Aku kembali menjawabmu dengan setengah bingung "mmm..., kamu lihat deh, semua mobil yang berpapasan dengan kita..., lihat itu, basah semua kan? kayanya di sana hujan deh..."
Kamu kembali menjawabku "ya kalau hujan ya hujan hujan me"
Aku yang masih kebingungan lalu terdiam sambil memegang bibirku dengan jari jari jari mungilku, aku takut kehujanan sungguhan nantinya. Dan keheningan itu kembali mengisi perjalanan kita yang sekarang sudah memasuki bundaran Mayjend.
Dan benar saja, akhirnya keheningan itu terpecah dengan suara pelan jatuhnya air dari langit ketika kita masuk ke Mayjend Sungkono, benar saja ternyata Hujan. Hahahahaha.
Aku berkata "devillll...., hujan ini gimana? berteduh dimana devil...??"
"Ya cari tempat me, tapi dimana ya?" jawabmu yang kebingungan.
Akhirnya kita berteduh dibawah sebuah pohon di depan sebuah hotel bitang 5 yang anehnya tidak ada shelter sama sekali di depannya sambil melihat banyaknya motor yang ikutan menepi sembari menyiapkan jas hujan untuk dipakai.
Aku memandangmu yang sedetik kemudian tersenyum lebar sambil mengeluarkan umpatan khas Suroboyo yang selalu "wajib" di ucapkan ketika kamu sedang merasa sangat sebel dengan keadaan.
Aku hanya melongo dengan bibir yang membentuk huruf "O" memandangmu yang terus berceloteh mengumpat meratapi hujan yang kenapa turun disaat seperti ini seolah olat tau apa yang kamu rasakan saat itu.
Dan kamupun berhenti mengumpat, menoleh ke aku dan bertanya "Gimana ini hujannya tambah deras, apa kita balik pulang saja?"
"Ya gimana lagi devil, ini aku sudah basah kuyup, kamu juga basah gitu..., tadi ndak bawa jas hujan sih" Jawabku.
Hening sejenak, lalu kamupun kembali menstater Si Hitam menandakan setuju untuk kembali pulang dengan berhujan hujan ria.
Di perjalanan pulang kamu dan aku tertawa terbahak bahak seketika karena teringat aku yang sudah berdandan menggunakan rok (yang mungkin jarang sekali kulakukan di dalam keseharianku) tapi kemudian tidak jadi pergi karena kehujanan di tengah jalan.
Petir dan gunturpun menggelegar mengiringi perjalanan kita seakan tau yang kau rasakan. kamu berkata padaku bahwa dulu kamu juga pernah mengalami hal serupa waktu putus dari mantan pacarmu. Akupun bilang "wah memang kamu ini layak dipanggil Devil..., sampai halilintar aja tau kesedihanmu" dan kitapun kembali tertawa bersama.
Tawa kita tidak berhenti sampai disitu, Sesampai ditengah perumahan elit yang menyambungkan rute jalan ke rumahku kita kembali tertawa terbahak bahak karena ternyata disana tidak hujan.
Akupun berkapa padamu "Akhirnya kamu bisa tertawa juga devil..."
Dan kamu menjawab "Habisnya lucu sih, masa iya disana hujan deres kaya gitu disini kering gini? Padahal niat banget pengen jalan jalan lho tapi kok ya kaya gini, apes banget sih aku??"
Dan sesampainya dirumah, kamu berkata maaf karena acaranya tidak jadi yang kuiringi dengan jawaban tidak apa apa, mungkin lain waktu kita bisa kembali jalan jalan kesana.
Raungan si Hitam memanggilmu seakan akan ingin mengajak tuannya yang masih basah kuyup pulang ke rumah untuk mengeringkan diri.
Mungkin hari ini aku tidak bisa menghiburmu tapi setidaknya aku bisa melihat senyumanmu yang asli tanpa kamu paksa untuk tergores dibibirmu.

My memories with you, my sweet devil....









Jumat, 29 Juni 2012

Pelajaran Hidup

Hidup ini menawarkan banyak hal....
Dia memberikan manis dan pahit...
Suka dan duka...
Senyum, canda, tawa dan luka juga kesedihan bahkan tangisan dan air mata.
Menuliskan cerita dan juga menorehkan banyak kisah....
Dan Hidup mengajarkan banyak hal yang sering kita anggap remeh, namun nyatanya hal itulah yang mengubah hidup kita di masa masa kita selanjutnya...
Begitu pula dalam hidupku... aku menemukan warna dari banyak kisah, dan menemukan makna dari banyak peristiwa...
Bagiku, hidup ini bagaikan sebuah kertas besar yang kuwarnai dengan banyak goresan warna.... 

Selebat apapun hujan yang datang, pasti suatu saat akan tiba masa cerah dengan mentari yang bersinar.

Sesedih apapun perjalanan hidup kita pasti ada saat dimana kita akan merasa bahagia walaupun itu hanya sekejap saja dalam hidup kita.